Beringin Kembar - Alun-Alun Kidul, Jogjakarta |
Selasa, 22 Januari 2012.
Berawal dari sebuah skenario program drama yang aku garap, terdapat adegan yang berlokasi di beringin kembar. Aku langsung terarik dengan mitos-mitosnya dan langsung googling. Dari informasi yang aku dapat, banyak orang yang tidak lulus ujian melewati beringin kembar. Oke, aku sangat merasa tertantang. Aku yakin, amat yakin malah, kalau aku akan melewati celah beringin kembar itu.
Dan, di sinilah aku, di depan dua pohon beringin yang terpagari. Dengan hembusan angin yang lumayan kencang semilir-semilir menyapu kulitku, semangatku pun terasa berhembus sekencang angin. Aku langsung meminta pada Satriya, pacarku, untuk menutup mataku dengan kain penutup yang sudah aku bawa. Mataku terasa gelap dengan ikatan kencang yang melingkari mata dan kepalaku.
"Udah ... siap?" tanya Satriya. Aku hanya dapat menangkap suaranya. Aku mengangguk siap. Sebelum jalan, aku membiarkan telapak kakiku merasakan tanah gembur yang berpasir. Aku menggumamkan Bismillah, dan membulatkan tekad semoga aku lulus dalam ujian ini. Sementara, keyakinan penuh berada di dalam diri.
Aku mulai berjalan satu langkah. Satu langkah lagi. Langkah demi langkah yang aku rasakan lurus, yang aku usahakan lurus, dan yang aku pikirkan hanya lurus ke depan di tengah gelapnya mataku.
Lurus ... lurus ... lurus ...
Sampai akhirnya aku mendengar suara-suara beberapa orang tertawa. Dan suara Satriya mengagetkanku.
"Gimana?" tanyanya.
"Ini udah sampe?" tanyaku.
"Coba jalan lagi," katanya. Dan aku berjalan lagi sampai aku menginjak rerumputan.
"Udah injak rumput, kan?" tanya Satriya. Aku mengangguk.
"Yaudah lepas," katanya. Aku langsung melepas penutup mata. Betapa terkejutnya aku, aku melenceng jauh ke kiri dari celah beringin kembar dan malah menabrak sebuah keluarga yang tengah duduk-duduk di pinggir lapangan rerumputan.
"Aaaaa.... ini dimana?! Kok bisa?!" Aku menggerutu saking herannya. Sementara Satriya dan satu keluarga itu menertawakanku senang.
Kemudian, giliran Satriya yang mencoba tantangan "Masangin" ini. Aku menutup matanya, kemudian ia berjalan. Seperti aku, Satriya malah berjalan melenceng ke kanan dari celah beringin kembar. Aku mengikutinya melangkah sambil menahan tawa. Sementara sebuah keluarga di pinggir rerumputan yang tadi itu, memperhatikan aku dan Satriya yang berjalan, mereka tertawa-tawa melihat Satriya yang juga salah arah.
"Lurus aja," kataku.
"Masa dikasih tahu," kata Satriya.
"Kalo udah injek rumput berarti udah," kataku. Dan kakinya pun menginjak rumput. Ia langsung membuka penutup matanya dan langsung berekspersi heran dan kecewa. :D
Akhirnya kami memutuskan untuk mencoba berdua. Mata kami masing-masing ditutup dengan penutup kepala. Sempat terpikir olehku untuk bergandengan tangan, tapi Satriya malah bilang nanti susah jalannya. Baiklah. Jadinya kami tak jadi bergandengan tangan.
"Bismillah" meniti Asa pada Beringin Kembar |
Melihat dari foto di bawah ini, aku dan Satriya sudah salah arah dan berjalan berlawanan arah duluan. Aku ke sebelah kiri dan Satriya ke sebalah kanan dari celah beringin kembar.
Aku dan Satriya malah sudah melenceng dari awal dan bukannya lurus ke depan |
Aku melenceng jauh ke kiri dan menabrak orang-orang yang sedang duduk di sana XD |
"Ayo ... balik arah, belok kiri," kataku tersenyum-senyum.
"Ini siapa?" tanya Satriya.
"Aku, Sadryn!" jawabku sambil tertawa-tawa.
"Kamu udahan?" tanyanya masih sambil jalan ke depan dengan mata tertutup.
"Iya aku gagal lagi," jawabku.
Satriya melangkahkan kakinya dan kembali menginjak rerumputan.
"Udah injak rumput?" tanyaku tertawa-tawa.
Satriya tahu kalau sudah menginjak rumput berarti dia gagal dan melenceng jauh dari celah beringin kembar yang tanahnya tidak berumput, tetapi berair karena hujan semalam.
Satriya melenceng jauh ke kanan :D |
Tapi, aku tak akan menyerah! Aku akan mencoba kembali Masangin ini Februari 2013 mendatang. Do'akan! Semoga kali ini saya beruntung! :)